Tentang Keyakinan


Katamu, bagaimana keyakinanmu?

Jawabku, keyakinan apa maksudmu?

Katamu, aku mengawasi kamu kencang menggunakan rasiomu. Kencang menggunakan akalmu. Bahkan agama kau gunakan akalmu. Aku melihat catatanmu, bahwa agama teramat berat dan sukar. Terlalu menekan individu harus berpikir kencang: mengait-kaitkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, lalu mengonsentrasikan kepada suatu teks agama. Agama bagimu terlalu sukar, dan kau kabarkan bahwa orang beragama harus pandai, pandai yang sangat, dan senantiasa harus belajar, belajar yang banyak. Pendek kata, aku melihat, kau menganjurkan orang-orang untuk berpikir keras terhadap agamanya. sejak saat itu, aku mulai mewaspadaimu. Dan aku mengajukan dua kalimat tanya kepadamu: (1) bagaimana keyakinanmu? (2) Apa maumu sesungguhnya terhadap umat islam?

Jawabku, desas-desus saya membuat issue tentang konsentrasi berpikir adalah menganjurkan bahwa orang-orang yang telah mengklaim atau orang-orang yang didepankan agama islam, harus, senantiasa sadar, bahwa ada jalinan ilmu pengetahuan di dalam dirinya. Saya hanya menawarkan, bahwa mereka harus sadar ada ilmu di dalam dirinya:

Ada ilmu pengetahuan bahasa arab dalam dirinya

Ada ilmu hadist di dalam dirinya

Ada ilmu Al-Quran di dalam dirinya

Sekedar itu, dan mereka harus sadar, dan terus melatih kemampuannya. Hanya itu yang ingin saya harapkan. Saya tidak berharap lebih, kecuali seperti itu. tentang keyakinan saya, maka saya menjawab, bahwa keyakinan saya adalah keyakinan kepada Allah swt, yang menciptakan langit dan semesta raya, yang meniup roh kepada jasad manusia. Begitu. Keyakinan bagiku adalah mudah, bahwa saat saya yakin kepada apa yang saya yakini, maka itulah keyakinan saya. Seringkas itu: soal kuat dan lemahnya, itu perkara lain. Soal taat dan tidaknya, itu perkara lain. Karena agama padamulanya teruntuk untuk individu itu sendiri: setelah individu itu mampu menikmati keagamaannya, maka bisa menyampaikan kepada yang lain.

Perlu juga saya meyampaikan:

Zaman sekarang, orang-orang sering terjebak pada rutinitas agama, sering terjebak pada eksistensi agama, dan mereka tidak bisa menghelak dari itu, mereka gegap-gempita menjalani rutinitas keislaman, namun sering saya melihat bahwa mereka kosong terhadap isi. Dan saya berharap, mereka menjalani rutinitas yang berisi, tidak sekedar gegap-gempita terhadap sesuatu yang disebut ‘keagamaan’.

Memang tidak salah, mereka gegap-gempita dengan agama. Mereka menunjukan eksistensi terhadap agama. Namun mereka seringkali kosong terhadap pengetahuan agama, mereka gencar mendayakan akalnya, oleh karenanya, saya semakin gencarkan tentang pendayaan akal. Akal yang islami. Dengan menyatakan: bahwa tatakala semakin umat-muslim mencintai agama islam, maka secara otomatis umat-muslim harus berani untuk lebih menguatkan semangat belajar ilmu islam.

Terlebih lagi, maksud dari apa-apa yang saya sampai adalah kepada mereka, pelajar, untuk lebih mengikatkan tentang pengetahuanku:

Tatkala pengetahuan telah terikat. Maka pengetahuan itu melekat. Itulah maksud sesungguhnya apa yang ingin saya sampaikan terkait pendayaan kencang keakalan.

Belum ada Komentar untuk " Tentang Keyakinan "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel