Nasihat: Melesatnya ‘Filsafat’ di Tubuhmu, Jangan Lupakan Realitasmu.

Taufik, apa-pun itu tidak bisa ditinjau dengan akal, semakin akan digunakan pun, tidak akan habisnya, baguslah kalau filsafat kali ini bersarang di tubuhmu, bersarang dalam otakmu, maka engkau semakin jelas melihat dunia, semakin terang terhadap berita-berita dunia dan engkau tidak akan goyah dengan apa-pun atas nama dunia.

Dunia memang sarat akan penampakan demi penampakan. Dunia sarat akan pameran demi pameran. Pamer! Yang dulu seakan adalah hal tabu, sekarang malah menjadi ajang untuk kebertahanan hidup. Inilah zamannya, Taufik.

Zaman telah disentuh oleh hal-hal semacam itu. Kebenaran dan kesalahan terkumpul menjadi satu: tidak mudah mengklaim kebenaran dari sisi mana—kamu juga tidak bisa mengklaim dari sisi agama jika rakyat-rakyat tidak kental dengan nuansa agama, yang pasti, terapkanlah keagamaan untuk dirimu sendiri.

Memang baik kalau mengenal identitasmu. Memang baik kalau kau pertanyakan dirimu: dengan bertanya siapa aku? Siapa aku? 

Namun, janganlah engkau terjebak dengan pertanyaan itu: terjebak dalam arti, masuk sekali lagi, ke dalam goa keakuanmu. Jika pun engkau masuk sekali lagi dalam itu, maka saya pun tidak bisa mencegah, kecuali mengingatkan dan mengabarkan:

Pertanyaan itu bagus, namun kembalilah pada realitas: realitas islam jelas. 

Jalanilah islam semudah mungkin, menurut batas kemampuanmu.

Hardikan manusia itu wajar, cercaan kau beragama pasti datang, tapi kenanglah:

Agama juga pada dasarnya untuk individu. Itulah yang penting kau kencangkan.

Jika agama itu memberatkan dirimu, ingatlah, konsentrasimu bukanlah pada perkara agama, namun pada perkara filsafat. Agama bagimu adalah nomer dua, begitulah hukum penampakannya, taufik. Yang utama bagimu adalah filsafat.

Biarkan filsafat menjadi jalan bagi kehidupanmu: apa itu kehidupan? Adanya materi dan kebutuhan materi.

Biarkan filsafat menjadi ajang kehidupanmu: apa itu ajang kehidupan? Adanya materi dan atas nama.

Zaman postmodern, memang telah terjadi kekaburan identitas, tidak mudah mengklaim identitas, terlebih lagi bagi manusia Indonesia, yang telah dikoarkan tentang pruralitasnya, maka akan semakin menjadi prularitas. Dan ketahuilah, upaya pencarianmu adalah upaya penyadaran orang-orang tengan pruralitas itu sendiri, dan pada akhirnya, (efek dari tulisanmu) tentu menjadikan manusia untuk memilih, dan engkau menawarkan kepemilihan pada sector agama, namun tidak sepenuhnya, namun begitulah: manusia harus memilih. Dan saya pilihkan kepadamu, adalah tentang filsafatmu. Karena kau mengkaji filsafat, teruslah cari filsafat buat Indonesia.

Jadikanlah orang-orang berpikir ulang tentang identitas Indonesia. 

Apakah tulisanmu mengancam? Tentu, walau sebenarnya itu adalah sesuatu yang sebenarnya harus dibicarakan. 

Apakah tulisanmu membahayakan? Tidak, tulisanmu adalah bentuk refleksi dari manusia-indonesia.

Apakah pencarianmu adalah pencarian yang bagus? Sebenarnya itu adalah tanda, bahwa engkau manusia Indonesia dan menjalani konsep atas nama Indonesia, dan menegaskan bahwa menjadi Indonesia itu tidak mudah. Tidak gampang. Dan katamu, perlunya kesadaran tentang kalimat-kalimat tersebut. 

Saran saya, tetaplah bersabar di atas hamparan keduniaan ini, tetaplah berbuat baik menurut kadar kualitasmu. Jangan lupakan agama, jangan lupakan filsafatmu, dan jangan lupakan identitasmu: siapa dirimu sesungguhnya? Itu penting. Jawabnya, kamu adalah manusia, seperti manusia yang lainnya, yang hidup di hamparan bumi, untuk menikmati apa-apa yang ditawarkan di bumi, oleh karenanya, berbuatlah kebaikan, karena manusia itu pada dasarnya senang berbuat demikian.

Kalau kau sarat dengan kebaikan, pastilah tidak akan sibuk bertanya tentang agama. Sebab tawaran agama pun berbuat baik kepada manusia: itulah intinya. Itulah pesan utama dari agama: berbuat bagi pada sesama. Memang, bisa-bisa orang yang tidak memahami jelas agama, terjebak pada keagamaannya: memasuki lorong panjang tentang epistemology keagamaan. Dan untukmu, tetaplah santai menjalani keagamaan. Hidup itu proses. Hidup itu sarat ujian, sabar dan berbuat baiklah kepada manusia khususnya dan kepada semesta umumnya. 


Demikian..

Belum ada Komentar untuk "Nasihat: Melesatnya ‘Filsafat’ di Tubuhmu, Jangan Lupakan Realitasmu."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel