Tradisi Ilimiah

 
Menukil, menyusun, merangkai, mengumpulkan, lalu memberi keputusan, begitulah tradisi ilmiah. Dan sarat untuk mendapatkan itu adalah rajin membaca, rajin mengamati, rajin meninjau, rajin dengan teks-teks buku. Kenapa buku? Karena buku menjadi pacuan untuk mempertanggung-jawabkan: buku berkaitan dengan jalinan kemanusiaan yang lain:

Ada perusahaannya.

Nyata perusahaannya.

Nyata perjalanan tentang perusahaannya.

Nyata tentang ketanggung-jawaban.

Sebab sebelum di cetak, atau menjadi buku, melului beberapa tahap: editing, pembacaan ulang, dan tentang pemasaran. Sebab tujuan ‘percetakan’ adalah tentang bagaimana mempertahankan eksistensinya, tentang bagaimana mendapatkan uang, tentang bagaimana jalinan-keuangan. Proses keuangan terjadi karena:

Alat-alat untuk percetakan juga membutuhkan uang.

Para pekerja percetakan membutuhkan uang.

Sehingga mau tidak mau, orang-orang percetakan, mencari sasaran pembaca, supaya buku tersebut laku. Dan selanjutnya, buku tersebut menjadi referensi untuk data ilmiah.

Buku-buku yang terpilih dalam kategori ilmiah, maka layak dijadikan sandaran.

Bahkan buku-buku non-ilmiah, pun mampu dijadikan sandaran, sandaran guna keilmiahan.

Yang pasti tradisi keilmiah adalah tentang pembacaan: sebab dengan pembacaan maka orang akan mengerti, maka orang akan mengetahui, selanjutnya memahami.

Sebab dengan pembacaan maka orang akan menjadi ‘pengkut’ yang dibacanya.

Dijadikan sebagai sandaran.

Itulah sebabnya, orang-orang ilmiah senantiasa dekat dengan buku:

omongannya bersandarkan akan teks.

Teks menjelma teori.

Teks menjelma alat-bantu untuk bicara.

Teks menjelma alat-perantara untuk menyampaikan gagasan.

Dalam sebuah makalah, atau tentang artikel keilmiahan, maka sesungguhnya orang-orang ilmiah hendak mengatakan hal yang ringkas, hal yang sedikit, dan untuk berbicara maka membutuhkan rangkaian teks. membutuhkan alat-bantu tentang apa yang dibicarakan: sehingga tidak bisa dipungkiri, untuk berbicara tentang ini, maka dia sarat dengan pembacaan-pembacaan yang lain. Itu sebabnya sering kita mendengar:

“Orang yang berpengetahuan sedikit bicaranya, karena sebelum bicara dia banyak berpikir.”

Artinya berpikir tentang apa yang akan dibicarakan, mengait-kaitkan data pengetahuan yang dia miliki. Pembicaraannya adalah sebuah kesimpulan dari pengetahuannya. Pembicaraan adalah keputusan yang diambil dari data-data yang teruji secara objektif.

Oleh karenananya, adalah ‘salah’ kalau ‘pelajar’ tidak rajin membaca.

Adalah ‘salah’ kalau pelajar tidak sibuk dengan buku.

Adalah ‘salah’ kalau pelajar tidak menjadikan buku sebagai temannya.

Sebab bersama buku, maka pembacaannya akan selaras. Terkonsentrasi pada suatu tema. Terkurung pada suatu tema. Sehingga tidak terjadi lompatan-pemikiran. Walau juga, dikemudian hari, data-objektif, pengetahuan-objektif, akhirnya tidak sepenuhnya ‘dibenarkan’, artinya ada yang protes dengan hal tersebut, sebab:

Bersama dengan keilmiahan-objektif, orang-orang menjadi skeptic.

Bersama dengan keilmiahan-objektif orang-orang menjadi kuat dengan rasionya.

Padahal, hidup bukan hanya tentang ‘kerasioanalan’ banyak hal yang tidak bisa dirasionalkan. Banyak hal yang tidak mampu dibuktikan secara akal. Banyak: missal? Bagaimana esok hari. Esok hari adalah misteri. Esok hari adalah rahasia. Sekali pun begitu, tetap saja:

Ilmu ilmiah, pengetahuan rasio, bakal ada dan harus ada. Karena zaman mengajak untuk itu. Oleh karenanya, tetap mengklaim bahwasanya orang pelajar kalau tidak membaca adalah pelajar yang salah.

Harusnya pelajar sibuk dengan buku.

Harusnya pelajar sibuk dengan membaca.

Harusnya pelajar sibuk dengan merangkum.

Harusnya pelajar sibuk dengan aktifitas kebelajarannya.

Begitulah, ‘harusnya’ menjadi pelajar: memasuki tradisi ilmiah. Selamat belajar…

Belum ada Komentar untuk " Tradisi Ilimiah "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel