NGAJI MABADI FIKIH: WAKTU SHALAT—BUKAN WAKTUNYA YANG JADI SOAL TAPI SHOLATNYA YANG PERLU ‘DIWAKTUKAN






Kapan waktu subuh?

Dari keluarnya fajar sampai keluarnya matahari

Kapan waktu dhuhur?

Dari lengser—pertengahan—matahari (ukurannya langit) sampai bayang-bayang melampaui bendanbayang melampaui bendanya.

Kapan waktu asar?

Dari habisnya waktu dhuhur sampai tenggelamnya matahari.

Kapan waktu magrib?

Dari tenggelamnya matahari sampai tenggelamnya mega merah.

Kapan waktu isya?

Dari tenggelamnya mega merah sampai keluarnya fajar.




Begitulah waktu untuk melakukan shalat.

Zaman sekarang lho, hehe zaman technology, zaman informasi, zaman pertelevisian, masalahnya bukan tentang waktu shalatnya, tapi si pelaku sholatnya, inilah yang sering terjadi. Orang-orang mengetahui bahwa azan adalah pangilan, katanya, saya sudah menjawab kok: yakni, menjawab lafat-lafat setelah kalimat azan diserukan.

Tatkala muazin memanggil, allahu akbar, jawabku, allhu akbar

Muazin memanggil, assahualla ila ha illallah, jawabku, ashaduallaila ha ila allah.

Muazin memanggil, ashaduana muhammadar rasullullah, jawabku, ashadu ana muhammadar rasullullah.

Dan seterusnya.

Zaman sekarang lho, orang-orang bisa berkometar, tapi ya tidak apa, memang begitulah sekarang zamannya, yang pasti, tatkala azan di serukan, kita menunaikan shalat. Yang pasti, jangan lupa menunaikan shalat.

Bukankah di zaman sekarang, banyak yang mengingatkan, malah bahkan buanyak sekali yang mengingatkan: seluruh televise, tatkala azan, maka azan semua. Radio azan, aplikasi laptop bisa azan. Apalikasi hape bisa azan. Itulah zaman sekarang, seruan berada dimana-mana, panggilan barada dimana-mana, terlebih lagi, itu karena daerah kita daerah yang sarat dengan nilai-nilai religious, terlebih lagi mayoritas muslim di dunia.

Kelas dunia. Umat muslim terbanyak berada di Indonesia. Wal-hasil, lalu-lalang azan saat tiba waktunya, sungguh sangat ramai. Terlebih lagi, tradisi awal umat islam Indonesia; berpola menerima dunia, iya, menerima akhirat juga iya. Wal-hasil, bergandenglah dengan technology, dan sekarang, jadilah islam Indonesia seperti itu wujudnya.

Alarm panggilan berada dimana-mana!

Alarm panggilan meluncur dimana-mana!

Saat waktunya azan, maka orang tidak akan mampu melepas dari tali-tali azan, sebabnya, ada-ada saja ‘orang-orang’ yang membela islam, ‘ada-ada saja’ orang yang menyukai islam. Kalau generasi mudah menurun, pikiran saya, faktanya pondok pesantren masih banyak, para pengkaji islam banyak; sudahlah, pokoknya jangan khawatir dengan kemajuan zaman.

Seiring dengan kemajuan zaman. Zaman menjadi zaman informasi, maka islam pun turut serta mengikuti, buktinya, banyak kok! Sudahlah, pokoknya, bersamaan dengan kemajuan zaman, islam masih kokoh, kuat, dan hebat, jalinan epistemology atau tentang keilmuan islam itu sangat kokoh dan kuat, percayalah. Islam itu kokoh.

Kembali tentang waktu shalat.

Waktu shalat telah kokoh dan kuat, tapi sekarang, yang jadi masalah adalah orang-orang perlu mewaktukan diri untuk menjalankan shalat, inilah yang menjadi masalah—sekali pun tidak harus menjadi masalah-masalah amat, yang pasti, tetaplah shalat, jangan lupa shalat—shalat yang seperti apa? Tentu shalat yang harus bergerak tubuhnya.

Namun zaman sekarang, sejak zamannya banyak orang yang pandai, kerap sekali mengabaikan hal itu, karena dia pandai bisa mengeluarkan alasan demi alasan. Inilah zamannya. Zaman kebanyakan orang pandai.

Mudah-mudahan kita menjadi orang yang taat ibadah kepada-Nya, dan kepandaian kita adalah teruntuk untuk lebih taat kepada-Nya. Amin.

Belum ada Komentar untuk " NGAJI MABADI FIKIH: WAKTU SHALAT—BUKAN WAKTUNYA YANG JADI SOAL TAPI SHOLATNYA YANG PERLU ‘DIWAKTUKAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel